Cedera Otot: Pengertian, Penyebab, Gejala, Diagnosis, dan Penanganannya

Cedera otot bisa menimpa siapa saja, dari atlet hingga orang biasa. Kenali jenis, penyebab, gejala, hingga cara penanganannya, mulai dari pertolongan pertama, terapi medis, hingga fisioterapi profesional

Pernahkah Anda merasakan otot seperti tertarik atau nyeri tiba-tiba saat sedang berolahraga, mengangkat barang, atau melakukan pekerjaan berat lainnya? 

Jika pernah, Anda mungkin mengalami cedera otot. Cedera otot merupakan salah satu jenis cedera yang paling umum terjadi. 

Meski sering dikaitkan dengan aktivitas fisik intens seperti olahraga, faktanya cedera ini bisa menimpa siapa saja, mulai dari atlet profesional yang menjalani latihan setiap hari, hingga orang biasa yang hanya melakukan aktivitas ringan di rumah atau di tempat kerja.

Cedera otot terjadi ketika serat-serat otot mengalami peregangan berlebihan atau robek akibat tekanan atau gerakan yang melebihi kemampuannya.

Tingkat keparahannya pun bervariasi, dari rasa tidak nyaman ringan, hingga nyeri hebat yang membatasi pergerakan. 

Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengenali gejala, penyebab, serta cara penanganan yang tepat agar cedera otot tidak makin parah dan bisa pulih dengan optimal.

Operasi Tulang Belakang Medi-Call
Medi-Call: Layanan Fisioterapi di Rumah Anda

Apa itu Cedera Otot?

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, cedera otot adalah salah satu gangguan fisik yang cukup umum terjadi, baik pada orang yang aktif berolahraga maupun pada orang yang hanya melakukan aktivitas sehari-hari. 

Meski sering dianggap ringan, cedera otot bisa berdampak signifikan pada fungsi tubuh, terutama jika tidak ditangani dengan benar. 

Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan cedera otot? Untuk memahami lebih jauh, mari kita bahas mulai dari pengertian cedera otot secara medis, perbedaan tingkat keparahannya, jenis-jenisnya, hingga bagaimana cedera ini bisa terjadi dan bagian otot mana yang paling sering terdampak.

Pengertian Cedera Otot Secara Medis

Cedera otot adalah istilah umum yang mencakup berbagai jenis gangguan pada otot. Cedera ini sangat sering terjadi, baik pada atlet profesional maupun pada orang biasa dalam menjalani aktivitas kehidupan sehari-hari.

Dilansir dari laman Physiopedia, dalam dunia kedokteran olahraga, cedera otot rangka (skeletal muscle) menyumbang sebagian besar dari total cedera yang terjadi, dengan angka kejadian sekitar 10% hingga 55%. 

Perbedaan Cedera Otot Ringan dan Cedera Otot Berat

Cedera otot dapat dibedakan berdasarkan tingkat keparahannya, yaitu cedera otot ringan, sedang, dan berat. Membedakannya penting agar penanganan yang diberikan sesuai dengan kondisi dan tidak memperparah cedera.

Tingkat keparahan otot cedera otot dapat dinilai dari seberapa besar penurunan kekuatan dan rentang gerak yang dialami seseorang. Hal ini juga bisa memberikan gambaran mengenai perkiraan waktu pemulihan.

Cedera otot diklasifikasikan menjadi tiga tingkat berdasarkan tingkat keparahannya, yakni sebagai berikut:

  • Grade 1

Terjadi peregangan dan cedera ringan pada serat otot, namun kerusakan strukturnya minimal. Dalam pemeriksaan MRI, biasanya tampak adanya cairan (edema) di dalam otot. 

Selain itu, berikut adalah ciri-ciri cedera otot grade 1:

    • Melibatkan hanya sejumlah kecil serat otot.
    • Tidak terdapat penurunan kekuatan dan rentang gerak aktif maupun pasif tetap penuh.
    • Nyeri terlokalisasi.
    • Nyeri dan rasa nyeri tekan sering kali baru muncul keesokan harinya.
  • Grade 2

Cedera lebih serius dengan lebih banyak serat otot yang rusak, meskipun otot tidak sepenuhnya robek. Umumnya, kondisi ini menyebabkan penurunan kekuatan dan rentang gerak yang cukup signifikan.

Selain itu, berikut adalah ciri-ciri cedera otot grade 2:

    • Melibatkan robekan sejumlah besar serat otot.
    • Nyeri akut dan signifikan disertai pembengkakan.
    • Nyeri muncul kembali saat otot berkontraksi.
    • Kekuatan menurun.
    • Gerakan terbatas akibat nyeri.
  • Grade 3

Terjadi robekan total pada otot atau tendon. Terkadang terdapat cekungan yang bisa diraba di lokasi cedera, meskipun pembengkakan bisa membuatnya sulit dikenali. 

Cedera tingkat ini sering kali memerlukan tindakan operasi untuk menyambung kembali otot atau tendon yang putus. Selain itu, berikut adalah ciri-ciri cedera otot grade 3:

    • Terjadi robekan/ruptur total pada otot. Artinya, tendon terpisah dari perut otot atau perut otot benar-benar robek menjadi dua bagian.
    • Pembengkakan dan nyeri yang parah serta hilangnya fungsi secara total merupakan ciri khas dari jenis cedera ini.
    • Paling sering terjadi pada pertemuan antara otot dan tendon (musculotendinous junction).

Jenis-Jenis Cedera Otot

Ada beberapa jenis cedera otot yang paling sering dialami, tergantung lokasi otot yang terkena. Berikut adalah jenis-jenisnya: 

  • Cedera otot perut (abdominal muscle strain)

Terjadi pada otot-otot di bagian perut, biasanya akibat melakukan gerakan memutar yang intens, seperti saat bermain tenis atau golf.

  • Cedera otot punggung (back strain)

Umum terjadi saat mengangkat beban berlebih. Cedera ini bisa menyebabkan nyeri tajam atau rasa kaku di punggung bawah.

  • Cedera otot selangkangan (groin muscle strain)

Terjadi saat otot bagian dalam paha tertarik, misalnya saat menendang bola atau melakukan lompatan mendadak.

  • Cedera otot fleksor pinggul (hip flexor strain)

Melibatkan otot yang menggerakkan paha ke arah dada. Cedera ini sering dialami oleh pelari, pesepeda, dan pemain sepak bola.

  • Cedera otot betis (calf muscle strain)

Umumnya terjadi saat berlari atau melompat secara tiba-tiba, menyebabkan nyeri di bagian belakang kaki bagian bawah (betis).

  • Cedera otot hamstring (hamstring strain)

Melibatkan otot di bagian belakang paha, sering dialami saat berlari cepat, terutama jika tanpa pemanasan yang cukup.

Klasifikasi Cedera Otot: Akut dan Kronis

Selain berdasarkan lokasi, cedera otot juga diklasifikasikan berdasarkan waktu dan penyebab terjadinya, yakni:

  • Laceration (robekan)

Laceration atau robekan terjadi ketika otot terpotong oleh benda tajam dari luar. Cedera ini biasanya dialami dalam kecelakaan berat seperti kecelakaan lalu lintas atau kecelakaan kerja di lingkungan industri.

  • Contusion (memar) 

Contusion atau memar muncul akibat benturan atau tekanan kuat pada otot, dan sering terjadi dalam olahraga yang melibatkan kontak fisik.

Misalnya pada sepak bola ketika dua pemain bertabrakan, seperti lutut menghantam paha saat melakukan tekel.

  • Strain (tarikan otot)

Strain atau tarikan otot terjadi ketika serat otot tidak mampu menahan gaya regangan yang berlebihan. Cedera ini umumnya berkaitan dengan kontraksi otot eksentrik, yaitu ketika otot memanjang sambil menahan beban. 

Strain paling sering terjadi pada otot yang melintasi dua sendi, seperti hamstring (otot belakang paha) atau gastrocnemius (betis), terutama saat tubuh melakukan akselerasi atau deselerasi secara cepat. 

Dalam kondisi ini, otot berada dalam posisi memanjang di dua sendi sekaligus dan dipaksa untuk berkontraksi secara kuat.

Memahami jenis dan klasifikasi cedera otot ini penting agar Anda dapat mengenali tanda-tandanya lebih awal dan mendapatkan penanganan yang tepat sebelum kondisi memburuk.

Bagaimana Cedera Otot Terjadi?

Cedera otot terjadi ketika beban atau tekanan yang diterima oleh jaringan tubuh melebihi kemampuan jaringan tersebut untuk menahannya. Dilansir dari Physiopedia, kondisi ini bisa disebabkan oleh dua hal:

  • Peristiwa makro-traumatik

Cedera yang terjadi secara tiba-tiba karena tekanan besar, seperti jatuh, benturan keras, atau gerakan eksplosif yang salah.

  • Peristiwa mikro-traumatik berulang

Cedera yang muncul secara bertahap akibat tekanan kecil yang terjadi terus-menerus, seperti gerakan repetitif saat berolahraga atau bekerja tanpa istirahat yang cukup.

Sedangkan, dilansir dari artikel Muscle Injury – Physiopathology, Diagnosis, Treatment and Clinical Presentation, Cedera otot dapat disebabkan oleh memar (bruising), terkilir (spraining), atau robekan (laceration). 

Lebih dari 90% cedera yang berkaitan dengan olahraga merupakan memar atau terkilir. Sebaliknya, robekan otot merupakan jenis cedera yang paling jarang terjadi akibat aktivitas olahraga.

Gaya tarik (tensile force) yang bekerja pada otot dapat menyebabkan regangan berlebihan pada serat otot, yang akhirnya dapat menimbulkan robekan di area dekat perlekatan otot dan tendon (muscle-tendon junction).

Cedera berupa terkilir otot (muscle sprain) umumnya terjadi pada otot-otot superfisial (dekat permukaan) yang melintasi dua sendi, seperti otot rectus femoris (otot paha), semitendinosus (otot hamstring), dan gastrocnemius (otot betis).

Dalam banyak kasus, ada faktor biomekanik atau fisiologis tertentu yang membuat seseorang, terutama atlet, lebih rentan mengalami cedera.

Misalnya, postur tubuh yang salah, ketidakseimbangan otot, teknik olahraga yang kurang tepat, atau fleksibilitas yang terbatas. 

Faktor-faktor ini dapat meningkatkan risiko cedera, bahkan saat melakukan gerakan yang tampaknya ringan.

Otot yang Paling Sering Mengalami Cedera

Cedera otot bisa terjadi di hampir semua bagian otot, tetapi ada beberapa kelompok otot yang lebih rentan mengalami cedera dibandingkan yang lain.

Hal ini biasanya dipengaruhi oleh seberapa sering otot tersebut digunakan, beban yang ditanggung, serta jenis aktivitas yang dilakukan. 

Berikut beberapa otot yang paling sering mengalami cedera:

  • Hamstring (otot paha belakang)

Hamstring adalah salah satu otot yang paling sering cedera, terutama pada atlet yang sering berlari cepat atau melakukan gerakan eksplosif, seperti dalam sepak bola, atletik, dan basket.

Cedera pada otot ini bisa sangat mengganggu karena sering kambuh jika tidak ditangani dengan benar.

  • Quadriceps (otot paha depan)

Otot ini berperan penting dalam aktivitas seperti berlari, melompat, dan naik-turun tangga.

Cedera pada quadriceps biasanya terjadi karena overuse (penggunaan berlebihan) atau benturan langsung, dan bisa menyebabkan nyeri saat menekuk atau meluruskan lutut.

  • Gastrocnemius (otot betis)

Cedera pada otot betis, khususnya bagian medial (kepala dalam), umum terjadi pada aktivitas yang melibatkan lompatan, sprint, atau perubahan arah secara mendadak. Gejalanya bisa berupa rasa seperti tertarik atau nyeri tajam di betis.

  • Otot selangkangan (groin)

Cedera otot di bagian dalam paha ini sering terjadi saat melakukan gerakan menyamping atau menendang bola. Cedera selangkangan umum dialami oleh pemain sepak bola, hoki, dan pelari jarak pendek.

  • Otot punggung bawah

Otot di bagian punggung bawah juga sering mengalami cedera. Cedera ini bisa ringan, seperti nyeri otot biasa, atau lebih serius hingga mengganggu pergerakan.

  • Otot perut (abdominal)

Cedera otot perut dapat terjadi saat melakukan aktivitas yang membutuhkan kekuatan inti, seperti sit-up atau angkat beban. Cedera ini sering tidak disadari karena gejalanya bisa ringan, seperti rasa nyeri saat batuk atau tertawa.

Karena otot-otot ini sering digunakan dalam berbagai aktivitas, penting untuk melakukan pemanasan sebelum olahraga, menjaga teknik gerakan, dan memberi waktu istirahat yang cukup bagi otot agar tidak mengalami kelelahan atau robekan.

Baca juga:  Atasi Nyeri Tidak Tertahankan Berikut Cara Mengobati Cedera Otot Bahu

Penyebab Cedera Otot

Cedera Otot Medi-Call

Setelah memahami apa itu cedera otot, jenis-jenisnya, dan tingkat keparahannya, kini saatnya kita mengetahui apa saja faktor yang dapat menyebabkan cedera otot terjadi. 

Cedera otot bukanlah sesuatu yang muncul tanpa alasan. Di balik setiap tarikan, robekan, atau nyeri otot yang dirasakan, biasanya terdapat pemicu tertentu, baik itu gerakan yang salah, benturan, maupun aktivitas fisik yang terlalu berat.

Memahami penyebab cedera otot sangat penting, karena dari sinilah langkah pencegahan dan penanganan yang tepat dapat dimulai. Jadi, apa sebenarnya yang memicu otot mengalami cedera? Mari kita bahas secara lebih mendalam.

Aktivitas Fisik Berlebihan

Salah satu penyebab paling umum dari cedera otot adalah aktivitas fisik yang dilakukan secara berlebihan. Misalnya, langsung berlari kencang setelah duduk lama tanpa pemanasan atau mengangkat beban berat secara tiba-tiba. 

Ketika otot dipaksa bekerja melampaui kapasitas normalnya, serat-serat otot bisa mengalami ketegangan berlebih, bahkan robek. Ini sering terjadi pada mereka yang baru memulai program olahraga atau kembali berolahraga setelah lama tidak aktif.

Pemanasan yang Tidak Tepat

Meskipun pemanasan dan peregangan sangat dianjurkan sebelum melakukan aktivitas fisik, namun jika dilakukan secara tidak tepat atau berlebihan, justru bisa meningkatkan risiko cedera otot. 

Misalnya, peregangan yang dilakukan terlalu keras atau terlalu lama pada otot yang belum siap bisa menyebabkan serat otot tertarik atau bahkan robek.

Selain itu, tak sedikit orang melakukan pemanasan seadanya tanpa memperhatikan teknik yang benar.

Gerakan yang salah, seperti melompat-lompat berlebihan atau memaksakan rentang gerak melebihi kemampuan otot, bisa menimbulkan tekanan yang tidak semestinya pada jaringan otot.

Alih-alih mencegah cedera, pemanasan dan peregangan yang keliru ini justru dapat memperbesar kemungkinan cedera, terutama pada bagian otot yang memang sudah kaku atau kurang fleksibel. 

Oleh karena itu, penting untuk melakukan pemanasan dengan gerakan yang bertahap, dinamis, dan sesuai jenis aktivitas yang akan dilakukan.

Cedera saat Berolahraga

Penyebab cedera otot berikutnya adalah cedera saat berolahraga. 

Olahraga yang melibatkan gerakan eksplosif (gerakan yang melibatkan penggunaan kekuatan otot secara cepat dan maksimal dalam waktu singkat), perubahan arah mendadak, lompatan, atau sprint berisiko tinggi menimbulkan tekanan besar pada otot.

 Bila otot belum cukup siap atau terbebani secara berlebihan, maka risiko cedera akan meningkat.

Cedera otot sangat umum terjadi pada atlet, dan seringkali menimbulkan nyeri, gangguan fungsi tubuh, hingga ketidakmampuan untuk kembali berlatih atau bertanding. 

Dalam banyak kasus, cedera otot membuat seseorang harus menepi dari aktivitas fisik selama beberapa minggu atau bahkan berbulan-bulan, tergantung tingkat keparahannya.

Jenis olahraga yang melibatkan kontak fisik seperti sepak bola, basket, rugby, dan bela diri juga kerap menyebabkan trauma langsung pada otot, misalnya dalam bentuk memar (kontusio) akibat benturan. 

Sementara itu, pada cabang olahraga seperti lari, senam, dan angkat beban, cedera biasanya lebih berkaitan dengan regangan berlebihan atau gerakan teknis yang tidak tepat.

Postur Tubuh yang Salah

Postur tubuh yang tidak ideal, seperti membungkuk saat duduk, bahu ke depan, atau leher terlalu maju, dapat menjadi penyebab utama gangguan otot dan sendi. 

Meskipun sering dianggap sepele, postur tubuh yang buruk ternyata memberikan tekanan ekstra pada otot tertentu, memaksa mereka untuk bekerja melebihi kapasitas normal dan dalam waktu yang lama.

Masalah postur berdampak langsung pada kinerja otot, karena terjadi ketidakseimbangan antara kelompok otot yang digunakan secara berlebihan.

Terutama otot fasa atau phasic muscles dan otot-otot penyangga dalam (seperti slow-twitch atau otot statik) yang justru melemah akibat jarang digunakan.

Akibatnya, otot-otot yang seharusnya hanya bekerja untuk pergerakan malah dipaksa menopang tubuh secara terus-menerus. Hal ini berujung pada kelelahan otot, nyeri, bahkan cedera akibat ketegangan kronis.

Beberapa cedera otot kronis yang sering disebabkan oleh postur tubuh yang buruk antara lain:

  • Nyeri leher dan bahu, akibat ketegangan otot trapezius (punggung) dan rhomboid (punggung atas) yang bekerja berlebihan karena otot-otot penyangga yang lemah.
  • Low back pain (nyeri punggung bawah), yang terjadi karena ketidakseimbangan otot akibat tekanan konstan pada punggung bawah, terutama saat duduk atau berdiri dengan posisi yang salah.
  • Sciatica atau sindrom piriformis, ketika otot piriformis yang tegang menekan saraf skiatik, menyebabkan nyeri menjalar punggung bawah hingga ke kaki.
  • Shoulder impingement, yaitu terjepitnya tendon pada sendi bahu karena posisi bahu yang terlalu maju ke depan akibat otot dada yang kaku dan otot punggung atas yang lemah.

Postur tubuh yang salah biasanya berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Faktor pemicunya bisa berasal dari pola hidup sedentari (gaya hidup yang tidak banyak bergerak), tuntutan pekerjaan, kurangnya kesadaran akan postur yang benar, hingga kelemahan otot inti dan fleksibilitas tubuh yang menurun.

Kelelahan Otot Akibat Beban Berulang

Gerakan yang dilakukan secara berulang dalam jangka waktu lama, seperti mengangkat barang atau gerakan olahraga tertentu dapat menyebabkan kelelahan otot (muscle fatigue). 

Kelelahan ini bukan hanya membuat otot terasa lemas, tetapi juga dapat mengganggu koordinasi gerak, memengaruhi performa, dan meningkatkan risiko cedera.

Menurut penelitian dari Experimental Brain Research, kelelahan otot akibat aktivitas berulang dapat menyebabkan reorganisasi pola gerak motorik, di mana tubuh mencoba beradaptasi dengan keterbatasan otot yang lelah.

Misalnya, saat otot utama sudah kelelahan, tubuh mungkin mengandalkan otot lain yang tidak ideal untuk melakukan gerakan tersebut, sehingga rentan menyebabkan ketegangan atau cedera tambahan.

Kelelahan lokal (pada kelompok otot tertentu) dapat membuat gerakan menjadi lebih lambat dan pendek karena terbatasnya solusi motorik yang tersedia. 

Sementara itu, kelelahan menyeluruh (pada banyak otot sekaligus) justru dapat mengurangi kontrol terhadap gerakan yang tidak berhubungan langsung dengan tujuan utama, berpotensi meningkatkan risiko cedera karena pola gerak yang tidak stabil.

Dengan kata lain, beban berulang yang tidak diimbangi dengan waktu istirahat dan pemulihan yang cukup bisa memicu cedera otot, baik akibat perubahan teknik gerakan maupun penggunaan otot yang tidak semestinya.

Faktor Usia dan Kurangnya Fleksibilitas

Seiring bertambahnya usia, tubuh mengalami berbagai perubahan yang dapat meningkatkan risiko cedera otot.

Salah satu perubahannya adalah massa dan kekuatan otot menurun secara bertahap, kondisi yang dikenal sebagai sarcopenia

Otot menjadi lebih kecil, lebih lemah, dan lebih cepat lelah. Hal ini secara langsung memengaruhi kemampuan tubuh untuk menahan beban, menjaga kestabilan, dan melakukan aktivitas fisik yang memerlukan kekuatan atau ketahanan otot.

Tak hanya itu, jumlah dan ukuran serat otot juga berkurang, dan proses regenerasi jaringan otot menjadi lebih lambat. Otot yang rusak tidak lagi pulih seefisien saat muda. 

Bahkan, jaringan otot yang hilang cenderung digantikan oleh jaringan parut yang kaku, yang mengurangi fleksibilitas dan rentang gerak sendi.

Kombinasi dari faktor-faktor ini membuat orang lanjut usia lebih mudah mengalami cedera otot, bahkan dari aktivitas yang tergolong ringan. 

Gejala Cedera Otot

Cedera Otot Medi-Call

Cedera otot dapat dikenali melalui berbagai gejala yang muncul, baik secara langsung maupun beberapa saat setelah cedera terjadi. 

Mengenali gejala ini penting agar Anda bisa segera mengambil tindakan penanganan yang tepat dan mencegah kondisi menjadi lebih parah. Berikut adalah beberapa gejala cedera otot:

Nyeri Otot Saat atau Setelah Aktivitas

Nyeri merupakan gejala umum dari cedera otot. Rasa sakit ini bisa muncul saat otot digunakan, atau bahkan beberapa saat setelah aktivitas fisik berakhir. 

Nyeri yang dirasakan biasanya tajam dan meningkat saat otot digunakan kembali. Ini bisa menjadi tanda adanya robekan atau tarikan pada serat otot.

Bengkak dan Memar di Area Tertentu

Cedera otot sering disertai pembengkakan akibat peradangan di jaringan sekitar. Selain itu, memar atau perubahan warna kulit bisa terjadi karena pecahnya pembuluh darah kecil di sekitar otot yang cedera. Warna memar bisa bervariasi dari merah kebiruan hingga kekuningan atau kehijauan seiring berjalannya waktu.

Kaku dan Terbatasnya Gerak

Otot yang cedera biasanya akan menjadi kaku dan sulit digerakkan. Hal ini bisa disebabkan oleh pembengkakan, nyeri, maupun kerusakan pada jaringan otot.

Kondisi ini membuat ruang gerak tubuh menjadi terbatas, terutama jika cedera terjadi di bagian tubuh yang berperan besar dalam mobilitas seperti paha, betis, atau bahu.

Sensasi Panas atau Terbakar di Sekitar Cedera

Gejala cedera otot berikutnya adalah adanya sensasi panas, terbakar, atau menyengat di area cedera. Ini bisa terjadi akibat peradangan atau iritasi pada jaringan otot dan saraf di sekitar area yang mengalami trauma. 

Kelemahan atau Kehilangan Kekuatan Otot

Cedera otot dapat menyebabkan kelemahan otot, baik sebagian maupun total. Anda mungkin merasa tidak mampu mengangkat, mendorong, atau menarik sesuatu seperti biasanya.

Dalam kasus yang parah, seperti robekan otot grade 3, kekuatan otot bisa hilang sepenuhnya pada bagian tubuh yang terdampak.

Suara “Pop” atau “Snap” Saat Cedera Terjadi

Beberapa cedera otot disertai suara seperti “pop” atau “snap“, yang biasanya menandakan robekan pada serat otot atau tendon.

Jika suara ini terdengar dan disusul dengan nyeri hebat serta kehilangan fungsi otot, kemungkinan besar telah terjadi cedera serius yang memerlukan penanganan medis segera.

Kapan Cedera Perlu Penanganan Dokter?

Meskipun beberapa kasus cedera otot ringan bisa sembuh dengan perawatan yang tepat di rumah, namun ada kondisi tertentu yang menandakan perlunya pemeriksaan medis lebih lanjut. 

Mengabaikan tanda-tanda peringatan ini justru bisa memperparah cedera dan memperlambat proses penyembuhan. Berikut ini adalah beberapa tanda cedera otot harus diperiksa oleh dokter:

Cedera Terlihat Parah

Jika Anda merasakan atau mendengar suara “pop” saat cedera terjadi, tidak bisa menggerakkan otot sama sekali, atau mengalami nyeri, pembengkakan, dan memar yang sangat hebat, ini bisa menjadi tanda adanya robekan otot yang serius.

Dalam kondisi seperti ini, segera temui dokter untuk mendapatkan evaluasi dan penanganan lebih lanjut. Cedera yang diabaikan dapat menyebabkan kerusakan permanen pada otot maupun jaringan sekitar.

Gejala Tidak Kunjung Membaik

Jika dalam beberapa hari gejala tetap ada atau justru makin memburuk, seperti nyeri yang terus meningkat, otot masih terasa lemah, atau tidak ada perbaikan dalam kemampuan bergerak, kemungkinan cedera yang terjadi lebih dari sekadar otot tertarik ringan.

Pemeriksaan oleh dokter akan membantu menentukan diagnosis pasti dan pengobatan yang tepat, termasuk kemungkinan perlu fisioterapi.

Jika Anda atau orang terdekat mengalami tanda-tanda di atas, Anda bisa menghubungi Call-Center 24 Jam atau gunakan aplikasi Medi-Call untuk panggil layanan fisioterapis Medi-Call datang ke rumah.

Diagnosis Cedera Otot oleh Dokter

Diagnosis Cedera Otot oleh Dokter

Menentukan jenis dan tingkat keparahan cedera otot sangat penting agar pengobatan yang diberikan sesuai. Berikut beberapa langkah yang umumnya dilakukan dokter dalam proses diagnosis:

Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Aktivitas

Langkah awal yang dilakukan dokter untuk mendiagnosis cedera otot adalah dengan melakukan pemeriksaan fisik dan mengumpulkan informasi riwayat kesehatan pasien. Proses ini penting untuk memahami kondisi cedera dan menentukan tindakan selanjutnya.

Sebelum konsultasi, ada baiknya Anda menyiapkan daftar informasi berikut untuk membantu proses evaluasi:

  • Penjelasan detail mengenai gejala yang dirasakan (misalnya nyeri, bengkak, kaku, atau kelemahan).
  • Riwayat masalah kesehatan yang pernah dialami, baik yang berkaitan langsung dengan otot maupun kondisi lain.
  • Informasi tentang riwayat kesehatan keluarga, terutama jika ada anggota keluarga yang sering mengalami gangguan otot atau sendi.
  • Daftar lengkap obat-obatan dan suplemen yang dikonsumsi, baik resep dokter maupun non-resep.
  • Pertanyaan-pertanyaan yang ingin diajukan kepada dokter agar tidak terlewat saat konsultasi.

Selama pemeriksaan, dokter mungkin akan mengajukan beberapa pertanyaan spesifik seperti:

  • Bagaimana gerakan tubuh Anda saat cedera terjadi?
  • Apakah Anda mendengar atau merasakan sensasi “pop” atau “snap” saat cedera?
  • Kapan tepatnya cedera ini terjadi?
  • Apakah Anda sudah mencoba pengobatan mandiri di rumah? Jika ya, apa saja?
  • Apakah Anda pernah mengalami cedera di area tubuh yang sama sebelumnya? Jika iya, bagaimana cedera itu terjadi?

Dokter juga akan melakukan pemeriksaan langsung pada bagian yang cedera untuk mencari tanda-tanda seperti nyeri tekan, pembengkakan, perubahan warna kulit, dan deformitas otot (otot memendek dan mengencang).

Selain itu, pasien juga dianjurkan untuk membatasi gerakan normal pada sendi. Pemeriksaan ini membantu dokter menentukan apakah cedera bersifat ringan, sedang, atau berat.

Pemeriksaan Rentang Gerak dan Refleks

Diagnosis cedera otot berikutnya adalah pasien diminta menggerakkan bagian tubuh yang cedera untuk menilai sejauh mana keterbatasan gerak yang terjadi.

Selain itu, refleks otot dan kekuatan otot juga diuji untuk mengetahui apakah ada gangguan fungsi yang signifikan.

Pemeriksaan Pencitraan: USG, MRI, atau X-ray

Jika dicurigai ada robekan otot yang serius atau cedera melibatkan struktur lain seperti tulang atau tendon, dokter dapat menyarankan pemeriksaan pencitraan sebagai berikut:

  • USG (Ultrasonografi): untuk melihat struktur otot secara real-time tanpa memakan waktu yang lama.
  • MRI (Magnetic Resonance Imaging): untuk gambaran detail dari jaringan lunak seperti otot, tendon, dan ligamen.
  • X-ray: biasanya digunakan untuk memastikan tidak ada patah tulang, bukan untuk melihat jaringan otot.

Diagnosis Banding dengan Cedera Sendi atau Saraf

Cedera otot kadang memiliki gejala mirip dengan cedera sendi atau saraf. Misalnya, nyeri di punggung bawah bisa berasal dari otot, sendi, atau saraf terjepit.

Oleh karena itu, dokter akan menyingkirkan kemungkinan diagnosis lain sebelum menetapkan cedera otot sebagai penyebab utamanya.

Penanganan Awal Cedera Otot (Pertolongan Pertama)

Penanganan Awal Cedera Otot

Ketika cedera otot terjadi, penanganan awal yang cepat dan tepat dapat membantu meminimalkan kerusakan jaringan, mengurangi rasa sakit, dan mempercepat proses pemulihan. 

Berikut adalah beberapa langkah awal yang dapat dilakukan sebagai pertolongan pertama cedera otot:

Prinsip RICE: Rest, Ice, Compression, Elevation

Jika Anda mengalami cedera otot kemungkinan besar dokter akan merekomendasikan metode RICE sebagai langkah penanganan awal.

RICE adalah teknik perawatan mandiri yang sederhana dan bertujuan untuk mengurangi pembengkakan, meredakan nyeri, serta mempercepat proses penyembuhan otot yang cedera.

  • Istirahat (Rest)

Rasa nyeri adalah sinyal bahwa tubuh mengalami masalah. Setelah otot cedera, segera hentikan aktivitas dan istirahat selama 48–72 jam.

Hindari prinsip “makin sakit, makin baik” karena justru bisa memperparah cedera. Bila tidak menambah rasa sakit, gerakan ringan bisa dimulai sehari setelah cedera atau sesuai saran dokter.

  • Kompres Dingin (Ice)

Kompres es membantu mengurangi nyeri dan bengkak. Gunakan kompres dingin (dibungkus kain tipis) selama 15–20 menit setiap 2–3 jam dalam 1–2 hari pertama.

Namun, beberapa ahli kini menyarankan durasi yang lebih pendek, yakni kompres 10 menit, istirahat 20 menit, ulangi 1–2 kali. Hindari kompres es terlalu lama untuk mencegah kerusakan jaringan. 

  • Kompresi (Compression)

Balut area yang cedera dengan perban elastis untuk mengurangi pembengkakan. Jangan terlalu kencang agar aliran darah tetap lancar.

Jika kulit di bawah balutan tampak biru, dingin, atau mati rasa, segera longgarkan perban.

  • Elevasi (Elevation)

Tinggikan bagian tubuh yang cedera di atas posisi jantung untuk membantu mengurangi nyeri dan bengkak.

Misalnya, letakkan kaki di atas bantal saat duduk atau berbaring. Lakukan sesering mungkin, meski tanpa kompres es.

Penggunaan Obat Pereda Nyeri Non-Resep

Untuk membantu meredakan nyeri dan peradangan, Anda dapat menggunakan obat pereda nyeri yang dijual bebas seperti:

  • Paracetamol (acetaminophen) untuk mengurangi nyeri tanpa efek anti-inflamasi.
  • NSAID (Non-Steroidal Anti-Inflammatory Drugs) seperti ibuprofen yang memiliki efek meredakan nyeri dan mengurangi peradangan.

Namun, penggunaan obat harus mengikuti petunjuk pemakaian dan sebaiknya dikonsultasikan dengan apoteker atau dokter, terutama jika Anda memiliki kondisi medis tertentu atau sedang mengonsumsi obat lain.

Pentingnya Menghindari Aktivitas Fisik Sementara

Setelah cedera, penting untuk memberi waktu bagi otot untuk pulih. Memaksakan diri untuk tetap aktif justru bisa memperburuk cedera.

Aktivitas fisik harus dihentikan sampai nyeri berkurang secara signifikan, bengkak mulai mereda, dan otot kembali pulih secara bertahap.

Melanjutkan aktivitas terlalu cepat bisa menyebabkan cedera kambuh atau memperpanjang masa penyembuhan.

Saat kembali beraktivitas, mulailah secara bertahap dengan pemanasan yang cukup dan hindari gerakan yang berisiko tinggi menyebabkan stres pada otot yang cedera.

Penanganan Medis Cedera Otot

Jika cedera otot tidak membaik dengan penanganan awal atau tergolong sedang hingga berat, perawatan medis lebih lanjut sangat diperlukan.

Tujuan utama penanganan medis adalah mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi jangka panjang. 

Berikut beberapa bentuk penanganan medis yang umum dilakukan untuk menangani cedera otot:

Terapi Fisik dan Rehabilitasi

Penanganan medis cedera otot yang pertama adalah terapi fisik dan rehabilitasi. Fisioterapi berperan penting dalam proses pemulihan cedera otot.

Terapi dapat membantu mengembalikan kekuatan otot, meningkatkan fleksibilitas, dan memperbaiki rentang gerak. Sedangkan program rehabilitasi disesuaikan dengan jenis dan tingkat keparahan cedera pasien.

Jika Anda atau keluarga terdekat membutuhkan layanan fisioterapi ke rumah untuk menangani cedera otot, Anda bisa menghubungi Call-Center 24 Jam atau gunakan aplikasi Medi-Call untuk panggil layanan fisioterapis Medi-Call datang ke rumah.

Obat Pereda Nyeri dan Antiinflamasi

Untuk membantu mengurangi nyeri dan peradangan akibat cedera otot, dokter umumnya meresepkan obat antiinflamasi non-steroid (NSAID) seperti ibuprofen atau naproxen.

Obat-obatan ini bekerja dengan menghambat reaksi peradangan di jaringan otot yang rusak, sehingga mempercepat peredaan gejala nyeri dan bengkak.

Meskipun belum banyak studi terkontrol yang secara spesifik meneliti penggunaan NSAID atau glukokortikoid pada cedera otot manusia, sejumlah laporan menyebutkan manfaat jangka pendek dari obat ini. 

Sebagai contoh, studi oleh O’Grady et al. menunjukkan bahwa penggunaan NSAID pada cedera ringan seperti in situ necrosis dapat mempercepat pemulihan sementara dari cedera otot akibat aktivitas fisik berat.

Injeksi Steroid pada Kasus Tertentu

Pada cedera otot yang disertai peradangan hebat dan tidak merespons pengobatan oral, dokter mungkin menyarankan injeksi steroid.

Injeksi ini bertujuan untuk meredakan peradangan secara cepat, namun penggunaannya harus dibatasi karena efek samping jangka panjang.

Pembedahan untuk Robekan Otot Parah

Tindakan bedah menjadi pilihan pada kondisi cedera otot yang tergolong berat atau tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan biasa. Operasi umumnya direkomendasikan untuk kasus-kasus berikut:

  • Robekan otot total (grade 3), terutama jika tidak ada otot agonis (otot penggerak utama) yang dapat menggantikan fungsi otot yang cedera.
  • Cedera sebagian tetapi melibatkan lebih dari setengah massa otot.
  • Nyeri kronis dan keterbatasan gerak yang berlangsung lebih dari 4–6 bulan pasca cedera, di mana cedera jaringan parut (scar tissue) yang membatasi pergerakan otot patut dicurigai.

Setelah operasi, otot yang diperbaiki biasanya dilindungi menggunakan perban elastis untuk menjaga stabilitas dan memberi tekanan ringan. Durasi imobilisasi akan disesuaikan dengan tingkat keparahan cedera. 

Misalnya, pada kasus robekan total otot kuadrisep (otot paha) atau gastrocnemius (otot betis), pasien biasanya dilarang menumpu beban pada tungkai yang cedera selama minimal 4 minggu.

Jika celah antar jaringan otot terlalu lebar atau terjadi kegagalan fungsi otot yang parah, bagian otot yang tidak mendapatkan sinyal saraf (denervasi) bisa berujung pada defisit neurologis (fungsi neurologis abnormal).

Kondisi ini berarti fungsi normal sistem saraf (otak, sumsum tulang belakang, dan saraf) terganggu secara permanen, dan otot mengalami atrofi (menipis atau menyusut).

Dalam kasus seperti ini, operasi memberikan peluang untuk reinervasi (pemulihan sinyal saraf), serta mencegah pembentukan jaringan parut yang tebal dan yang dapat membatasi fungsi otot.

Alat Bantu Gerak atau Pembebat (Brace, Penyangga)

Dalam beberapa kasus, dokter akan merekomendasikan penggunaan alat bantu seperti brace, perban elastis, atau tongkat untuk menjaga stabilitas dan mengurangi beban pada otot yang cedera.

Penggunaan alat ini bersifat sementara dan bertujuan membantu proses penyembuhan tanpa memperparah kondisi otot.

Pengobatan Alami Cedera Otot

Pengobatan Alami Cedera Otot

Selain penanganan medis, beberapa metode pengobatan alami juga bisa mendukung proses pemulihan cedera otot.

Meskipun tidak menggantikan pengobatan secara medis atau terapi, pengobatan alami bisa membantu meredakan nyeri, mengurangi peradangan, dan mempercepat regenerasi jaringan otot yang rusak.

Makanan Anti-inflamasi untuk Mempercepat Penyembuhan

Pola makan juga memainkan peran penting dalam proses penyembuhan.

Konsumsi makanan yang kaya antioksidan dan zat antiinflamasi seperti ikan berlemak (omega-3), buah beri, dan sayuran hijau membantu mengurangi peradangan otot.

Selain itu, makanan tinggi protein, seperti dada ayam, daging tanpa lemak, hingga telur dapat mendukung perbaikan jaringan otot yang rusak.

Pijat Otot Ringan oleh Terapis Profesional

Pijat lembut pada area sekitar cedera dapat membantu meningkatkan aliran darah, mengurangi ketegangan otot, dan mempercepat proses pemulihan.

Namun, terapi ini sebaiknya dilakukan oleh profesional terlatih. Pijat terlalu dini atau terlalu keras justru bisa memperparah kerusakan otot.

Jika Anda atau orang terdekat membutuhkan terapis profesional, Anda bisa menghubungi Call-Center 24 Jam atau gunakan aplikasi Medi-Call untuk panggil layanan fisioterapis Medi-Call datang ke rumah.

Akupunktur dan Akupresur

Akupunktur (penusukan titik-titik tertentu di tubuh dengan jarum halus) dan akupresur (penekanan tanpa jarum) telah digunakan dalam pengobatan tradisional Tiongkok untuk meredakan nyeri dan meningkatkan aliran energi atau “qi” dalam tubuh. 

Pemulihan dan Rehabilitasi

Pemulihan dan Rehabilitasi

Setelah fase akut cedera otot berlalu, proses pemulihan menjadi tahap penting untuk mengembalikan fungsi dan kekuatan otot secara optimal. Rehabilitasi yang tepat tidak hanya mempercepat penyembuhan, tetapi juga mencegah cedera ulang.

Latihan Fleksibilitas dan Mobilitas

Latihan fleksibilitas dan mobilisasi bertujuan untuk mengembalikan rentang gerak otot yang sempat terganggu akibat cedera.

Gerakan ini biasanya dimulai secara bertahap dan terkontrol, dengan fokus pada bagian otot yang cedera. 

Latihan Penguatan Otot Bertahap

Setelah fleksibilitas mulai kembali, program latihan penguatan otot dilakukan secara bertahap, mulai dari beban ringan hingga meningkat secara progresif.

Latihan ini bertujuan memperkuat otot yang cedera dan otot pendukungnya agar lebih stabil.

Pemantauan Progres oleh Fisioterapis

Selama proses rehabilitasi, pengawasan dari fisioterapis sangat dianjurkan.

Fisioterapis akan membantu menilai kemajuan, menyesuaikan program latihan, serta mencegah beban berlebih pada otot yang masih dalam masa penyembuhan. 

Durasi Pemulihan Berdasarkan Tingkatan Cedera

Durasi pemulihan cedera otot bergantung pada tingkat keparahan dan respons tubuh. Secara umum, ada tiga fase penyembuhan:

  • Fase Degenerasi dan Peradangan (Hari 1–7)

Terjadi saat otot robek akibat benturan atau tarikan berlebih. Imobilisasi singkat dengan metode RICE dianjurkan untuk membatasi kerusakan.

  • Fase Perbaikan (puncak minggu ke-2 hingga minggu ke-3)

Jaringan rusak dibersihkan dan otot baru mulai terbentuk. Latihan ringan seperti isometrik dan peregangan lembut dapat dimulai.

  • Fase Remodeling (Minggu ke-3 hingga beberapa bulan)

Serabut otot dan jaringan ikat menguat dan tersusun rapi. Latihan beban dan terapi fungsional dilakukan untuk memulihkan kekuatan dan mencegah cedera berulang.

Kesalahan Umum Selama Proses Pemulihan

Beberapa kesalahan yang sering terjadi dan harus dihindari selama masa proses pemulihan cedera otot antara lain:

  • Terlalu cepat kembali beraktivitas yang bisa memperparah cedera.
  • Tidak menjalani fisioterapi secara konsisten.
  • Mengabaikan rasa nyeri sebagai sinyal peringatan tubuh.
  • Tidak memperhatikan nutrisi, padahal makanan bergizi, khususnya protein, sangat penting untuk pemulihan jaringan otot.

Pencegahan Cedera Otot

Pencegahan Cedera Otot

Cedera otot umumnya dapat dicegah dengan kebiasaan dan gaya hidup yang tepat. Berikut beberapa strategi penting untuk mencegah cedera otot:

Pemanasan dan Pendinginan yang Tepat

Pemanasan sebelum aktivitas fisik membantu mempersiapkan tubuh untuk gerakan yang lebih intens. Sementara pendinginan setelah olahraga membantu menormalkan detak jantung dan mencegah kekakuan otot. 

Teknik Gerakan yang Benar Saat Berolahraga

Cedera sering terjadi karena teknik yang salah saat berolahraga. Menggunakan postur atau beban yang tidak tepat saat latihan atau olahraga bisa menyebabkan ketegangan otot berlebih. 

Penting untuk belajar dan mempraktikkan teknik yang benar, idealnya dengan bimbingan pelatih, terutama saat mengangkat beban atau melakukan olahraga dengan intensitas tinggi.

Menghindari Overtraining dan Memberi Waktu Istirahat

Latihan yang berlebihan tanpa waktu istirahat yang cukup dapat menyebabkan kelelahan otot, membuat jaringan otot lebih rentan terhadap cedera.

Terapkan prinsip “listen to your body” dan beri tubuh waktu untuk pulih, terutama setelah latihan berat. 

Nutrisi dan Hidrasi untuk Menunjang Kesehatan Otot

Asupan nutrisi yang cukup, termasuk protein, vitamin D, kalsium, magnesium, dan antioksidan sangat penting untuk memperkuat otot dan mempercepat pemulihan setelah latihan.

Selain itu, menjaga hidrasi sebelum, selama, dan setelah olahraga membantu mencegah ketegangan otot akibat dehidrasi.

Evaluasi Postur Tubuh dan Ergonomi

Postur tubuh yang buruk, baik saat duduk, berdiri, atau bekerja, bisa menyebabkan ketegangan otot. Begitu juga dengan penggunaan peralatan kerja atau olahraga yang tidak ergonomis.

Koreksi postur dan penyesuaian ergonomi dapat mencegah cedera otot, terutama pada otot punggung, bahu, dan leher.

Pemeriksaan Rutin Jika Memiliki Riwayat Cedera

Bagi yang pernah mengalami cedera otot, risiko cedera ulang bisa lebih tinggi. Konsultasi berkala dengan fisioterapis atau dokter olahraga dapat membantu mengevaluasi kondisi otot dan mengidentifikasi faktor risiko sejak dini.

Cedera Otot pada Kondisi Khusus

Cedera otot bisa dialami oleh siapa saja, namun beberapa kelompok memiliki risiko yang lebih tinggi karena kondisi fisik, usia, atau aktivitas sehari-hari mereka. 

Cedera Otot pada Atlet Profesional

Atlet cenderung rentan mengalami cedera otot karena intensitas latihan tinggi, kompetisi yang berulang, serta tuntutan performa maksimal.

Cedera paling umum adalah strain otot hamstring (belakang paha), quadriceps (paha), dan otot betis. 

Cedera Otot pada Lansia

Proses penuaan dapat menyebabkan penurunan massa otot dan elastisitas jaringan. Akibatnya, lansia lebih mudah mengalami cedera otot meskipun hanya melakukan aktivitas ringan, seperti naik tangga atau terpeleset. 

Cedera Otot pada Pekerja Fisik Berat

Pekerja di bidang konstruksi atau pabrik sering melakukan gerakan berulang, mengangkat beban berat, atau bekerja dalam postur tubuh yang tidak ergonomis.

Cedera otot pada kelompok ini umumnya terjadi pada punggung bawah, bahu, dan lengan. 

Cedera Otot pada Anak dan Remaja Aktif

Anak-anak dan remaja yang aktif dalam olahraga atau kegiatan fisik juga rentan mengalami cedera otot, terutama karena pertumbuhan tulang dan otot yang belum stabil. 

Perawatan Cedera Otot oleh Fisioterapis

Operasi Tulang Belakang Medi-Call
Medi-Call: Layanan Fisioterapi di Rumah Anda

Fisioterapi menjadi proses penting dalam pemulihan cedera otot. Terapi ini tidak hanya membantu mempercepat penyembuhan, tetapi juga mencegah cedera berulang.

Teknik-Teknik Fisioterapi yang Umum Digunakan

Beberapa teknik fisioterapi yang sering digunakan untuk menangani cedera otot antara lain:

  • Terapi manual meliputi pijat jaringan dalam dan peregangan pasif untuk mengurangi kekakuan, meningkatkan sirkulasi, dan mempercepat regenerasi otot.
  • Terapi elektro seperti TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation) atau ultrasound therapy, yang membantu meredakan nyeri dan memperbaiki proses penyembuhan jaringan.
  • Terapi panas dan dingin, yakni terapi suhu untuk mengurangi peradangan akut (kompres dingin) atau mengendurkan otot kaku (kompres hangat).
  • Dry needling atau teknik jarum kering untuk mengurangi ketegangan otot. 

Latihan Rehabilitasi yang Dipandu Fisioterapis

Fisioterapis juga akan memandu pasien menjalani latihan secara bertahap. Berikut adalah latihan rehabilitasi yang dipandu fisioterapis:

  • Latihan penguatan otot untuk mengembalikan kekuatan otot yang sempat menurun akibat imobilisasi.
  • Latihan fleksibilitas dan rentang gerak untuk membantu mengembalikan fungsi gerak normal tanpa rasa nyeri.
  • Latihan fungsional yang disesuaikan dengan aktivitas harian atau pekerjaan pasien, seperti gerakan mengangkat, berjalan, atau olahraga tertentu.

Frekuensi dan Durasi Terapi yang Dianjurkan

Frekuensi terapi biasanya 2–3 kali seminggu, tergantung pada tingkat cedera dan respons tubuh terhadap terapi.

Durasi keseluruhan bisa berlangsung dari beberapa minggu hingga beberapa bulan, dengan penyesuaian seiring kemajuan kondisi pasien.

Evaluasi Berkala dan Penyesuaian Program Rehabilitasi

Selama proses rehabilitasi, fisioterapis akan melakukan evaluasi berkala untuk memantau perkembangan dan efektivitas terapi.

Jika perlu, program akan disesuaikan, baik dari segi intensitas latihan maupun jenis terapi yang digunakan, agar tetap sesuai dengan kebutuhan pemulihan pasien.

Manfaat Jangka Panjang dari Fisioterapi yang Tepat

Fisioterapi yang dilakukan secara konsisten dan tepat tidak hanya mempercepat pemulihan, tetapi juga memperbaiki postur, meningkatkan fleksibilitas otot, dan mengurangi risiko cedera ulang.

Ini sangat penting, terutama bagi pasien yang aktif secara fisik atau memiliki riwayat cedera sebelumnya.

Layanan Medis untuk Cedera Otot

Menangani cedera otot bisa dilakukan di rumah sakit maupun di rumah. Jika Anda berhalangan untuk mengunjungi rumah sakit, ada Medi-Call yang memungkinkan Anda mendapatkan penanganan yang cepat, praktis, dan profesional, langsung dari rumah.

Layanan Home Visit Dokter untuk Penanganan Awal

Cedera otot yang disertai nyeri hebat, bengkak, atau keterbatasan gerak sebaiknya segera diperiksa oleh tenaga medis. 

Melalui layanan dokter home visit Medi-Call, dokter umum bisa langsung datang ke lokasi Anda untuk melakukan pemeriksaan awal, memberikan obat, dan menyarankan langkah lanjutan. 

Konsultasi Dokter Spesialis Ortopedi atau Rehabilitasi Medik

Untuk cedera yang lebih serius atau berulang, dibutuhkan evaluasi lebih lanjut oleh dokter spesialis ortopedi atau rehabilitasi medik.

Terapi Fisik Profesional di Klinik atau Rumah

Penanganan cedera otot tidak hanya mengandalkan obat, tetapi juga memerlukan terapi fisik yang tepat.

Medi-Call bekerja sama dengan fisioterapis profesional yang dapat memberikan layanan terapi langsung di rumah Anda.

Ini meliputi latihan penguatan otot, peregangan, serta terapi panas dan dingin, yang semuanya disesuaikan dengan kondisi dan target pemulihan pasien.

Layanan Rehabilitasi Pasca Cedera Jangka Panjang

Bagi pasien dengan cedera berat atau berisiko kambuh, penting untuk menjalani program rehabilitasi jangka panjang.

Medi-Call menyediakan perawat home care dan fisioterapis berkelanjutan yang dipersonalisasi, yang dapat membantu Anda memantau perkembangan pemulihan dari waktu ke waktu tanpa perlu repot keluar rumah.

Cedera otot bukanlah hal sepele, terutama jika disertai gejala berat atau terjadi berulang.

Mengenali gejala sejak dini, mengetahui penyebab, dan mendapatkan penanganan medis yang tepat akan mempercepat pemulihan dan mencegah komplikasi

Jika Anda atau orang terdekat mengalami cedera otot, Anda bisa menghubungi Call-Center 24 Jam atau gunakan aplikasi Medi-Call untuk panggil layanan fisioterapis Medi-Call datang ke rumah.

Anda tidak perlu khawatir karena ada bebas biaya telekonsultasi oleh dokter sebelum pesan layanan.

Ditinjau oleh: dr. Stanislaus Ivanovich K

Referensi:

Spread the love
guest
0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Artikel Terkait

Archives